Merasa terpesona dengan pemandangan di foto di atas? Eits jangan senang dulu. Gunungnya memang indah, tapi di bagian bawah ada kabut bukan sembarang kabut. Itu adalah kabut polusi Kota Bandung. Foto ini saya ambil di puncak Gunung Putri Lembang di ketinggian 1500 MDPL sekitar pukul 8 pagi.
Menjelajah alam tak hanya memberikan penyegaran bagi saya, tapi juga seolah menunjukkan sisi lain dari bumi.
Saat berkemah di Gunung Putri, di subuh hari saya masih bisa tersenyum melihat keindahan matahari terbit yang memberikan warna jingga yang cantik di timur langit. Selang beberapa jam, pemandangan cantik itu berubah menjadi pemandangan kabut polusi yang naik ke langit Kota Bandung.
#SelimutPolusi Sebabkan Perubahan Iklim di Bumi Parahyangan
Kabut polusi yang nampak dari puncak Gunung Putri Lembang hanyalah sedikit gambaran yang terlihat dengan kasat mata.
Data yang berasal dari indeks kualitas udara (IQAir) memberikan skor 106. Skor ini memberi sinyal bahwa kualitas udara Bandung sudah tercemar berbagai macam polutan, dan kualitasnya sudah tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Keadaan ini bukan tanpa sebab. Bandung kini berkembang menjadi kota metropolitan yang modern. Kenaikan polusi di Bandung selaras dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat dan pembangunan yang makin pesat.
Asap buangan dari kendaraan bermotor, berbagai macam limbah yang tersisa dari proses produksi di pabrik, hingga polutan yang muncul akibat pembangkit listrik batu bara, menjadi penyebab tercemarnya udara bumi parahyangan
Udara yang tercemar meningkatkan efek Gas Rumah Kaca yang berakibat pada perubahan iklim di Kota Bandung. Selimut polusi membuat bumi semakin panas dan menyebabkan perubahan iklim.
Dampak Perubahan Iklim Bagi Warga Bandung
1. Peningkatan Suhu
Siapapun yang pernah tinggal di Bandung pasti setuju. Kota Bandung dulu sepi dan sejuk, membuat betah para warga dan menagih pengunjung untuk datang. Kini, bumi parahyangan semakin ramai dan suhunya makin menghangat.
Data dari BPS Kota Bandung menunjukkan adanya kenaikan suhu yang terjadi dari tahun 1975 hingga 2020. Dalam kurun waktu 'hanya' 46 tahun saja, Bandung mengalami kenaikan suhu hingga 3 derajat celsius.
Jika tren ini tetap dibiarkan, maka bukan tak mungkin suhu di Bandung akan terus meningkat bahkan hingga 31 derajat celsius. Hal ini diperparah dengan kondisi geografis Kota Bandung yang berbentuk cekungan seperti wajan. Udara yang tercemar di langit Kota Bandung akan sulit keluar, sehingga dampak dari pencemaran udara akan semakin terasa oleh warga.
2. Perubahan Siklus Hidrologi dan Peningkatan Curah Hujan
Suhu di Kota Bandung yang makin memanas memicu terjadinya percepatan penguapan air. Sementara itu, kondisi atmosfer yang hangat akan menyimpan banyak air. Sehingga hal ini akan menyebabkan hujan lebih banyak (lebat) dan disertai dengan angin yang kencang (badai).
Data dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung menunjukkan adanya peningkatan curah hujan di Bandung sejak tahun 2009. Kondisi paling parah terjadi pada tahun 2010 dan 2016 dengan curah hujan rata-rata sekitar 322,4 pada 2010 dan 295.6 pada 2016.
3. Kerusakan Alam Seperti Banjir, Longsor, Kekeringan, dan Kekurangan Air Bersih
Selaras dengan peningkatan curah hujan, maka potensi banjir dan longsor pun akan semakin meningkat. Bentuk kota Bandung yang mirip wajan dan kurangnya daerah resapan air makin memperburuk musibah ini.
Di sisi lain, jika siklus hidrologi tak menentu, warga Bandung terancam mengalami kekeringan sehingga terjadi krisis air bersih.
Hutan, Bak Cinderella dari Solusi Perubahan Iklim
Giacomo Grassi adalah seorang peneliti dari Pusat Penelitian Gabungan Komisi Eropa. Beliau meneliti tentang hutan dan perubahan iklim. Dari penelitiannya beliau mengumpamakan bahwa hutan adalah Sang Cinderella dari solusi perubahan iklim.
Kita semua tentu tahu tentang dongeng Cinderella. Semenjak ditinggal ibunya, ia menjadi seseorang yang harus mengerjakan pekerjaan rumah di bawah tekanan ibu dan saudara tirinya.
Cinderella bertugas untuk membersihkan abu dari perapian. Hal ini hampir menyerupai fungsi hutan yang dapat 'membersihkan' udara dari polutan akibat pembakaran fosil. Hutan bagai spons yang dapat menyerap karbon monoksida dan menghasilkan oksigen untuk keberlangsungan makhluk di muka bumi.
Tak hanya itu, Cinderella juga bertugas untuk menyediakan air dan makanan. Serupa dengan fungsi hutan yang jadi sumber air bagi seluruh makhluk hidup, dan juga sumber makanan bagi seluruh penghuni bumi.
Hutan pinus yang masih ada di salah satu pegunungan yang menglilingi Bandung, perlu kita jaga kelestariannya. |
#MudaMudiBumi Mari Berkolaborasi Kurangi Polusi
Lantas, jika hutan adalah Cinderella, siapakah ibu tiri dan saudara tirinya?
Jangan sampai kita mendapatkan peran sebagai saudara tiri ataupun ibu tiri yang bertindak jahat kepada hutan sebagai Cinderella untuk solusi perubahan iklim.
Maka dari itu, kita sebagai generasi muda yang akan mewariskan kekayaan alam Bandung harus mulai melakukan pergerakan. Tentu kita tak ingin anak cucu kita kelak merasakan dampak yang lebih buruk dari perubahan iklim ini.
Perlu adanya #TeamUpForImpact atau kolaborasi dari berbagai kalangan. Pihak pemerintah, swasta, hingga warga Bandung itu sendiri perlu bahu membahu untuk mengurangi permasalahan iklim di bumi.
Pemerintah kota Bandung perlu menggiatkan lagi kegiatan penanaman pohon dan memperluas area Ruang Terbuka Hijau.
Saat ini, memang sudah terlihat peningkatan Ruang Terbuka Hijau dari tahun ke tahun di Bandung. Namun nyatanya, jumlah Ruang Terbuka Hijau hanya tersedia sekitar 1700 hektar. Nampak terlihat luas, namun jumlah ini hanya memenuhi sekitar 8 persen dari yang seharusnya 30 persen dari total luas kota.
Pihak swasta juga perlu berkolaborasi dengan cara mengolah kembali limbah yang dihasilkan dari sisa proses produksi.
Dan kita sebagai warga, bisa melakukan hal kecil yang dapat berdampak besar bagi lingkungan Bandung. Hal yang bisa dilakukan seperti diet emisi dengan menggunakan kendaraan umum atau bila memungkinkan memakai sepeda, menggunakan listrik seperlunya, menanam pohon di lingkungan rumah, mengolah kembali limbah rumah tangga, dan masih banyak lagi.
Seandainya Saya Memiliki Kesempatan, Ini Dia Kebijakan yang Akan Saya Buat
Indonesia sebagai negara tropis memiliki potensi tenaga surya yang cukup besar. Mengutip data dari Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi tenaga surya hingga 3.294 Giga Watt Peak (GWp). Potensi ini juga dimiliki oleh Kota Bandung.
Tenaga surya sejauh ini adalah teknologi energi terbarukan yang terbukti memiliki efisiensi yang tinggi. Selain itu, tenaga surya adalah pembangkit listrik yang dalam proses pembangkitannya, tidak mengeluarkan emisi apapun, berbeda dengan pembangkit listrik tenaga batu bara yang mengeluarkan banyak emisi karbon.
PLTS adalah sumber energi yang bersih, sehingga mampu mengurangi efek Gas Rumah Kaca dan dampaknya terhadap perubahan iklim.
Manfaat pemasangan PLTS untuk lingkungan. Sumber : teriin.org |
Seandainya saya adalah pemangku kebijakan, saya akan melakukan beberapa kebijakan terkait dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya, yaitu:
1. Membuat Aturan yang Mempermudah Masyarakat untuk Memasang Panel Surya di Lingkungan Rumahnya
Peraturan yang ada saat ini (setidaknya sampai tulisan ini dibuat), seolah mempersulit warga yang ingin memasang PLTS On Grid di rumahnya. Pemangku kebijakan yang berkaitan, membatasi kapasitas pemasangan PLTS On Grid yang hanya 10-15% saja dari kapasitas KWh terpasang di rumah.
Tentu saja hal ini jadi mengurangi minat masyarakat untuk memasang PLTS On Grid di tempat tinggalnya. Selain peraturan itu, masyarakat juga dibuat jengah dengan birokrasi yang berbelit. Hanya untuk mendapatkan KWh ekspor-impor saja, masyarakat harus menunggu sampai berbulan-bulan.
2. Bekerjasama dengan Lembaga Keuangan untuk Memberikan Pinjaman Khusus Pemasangan PLTS Bagi Warga
Tak dapat dipungkiri bahwa pemasangan PLTS membutuhkan biaya yang tak murah. Masalah ini bisa teratasi jika pemangku kebijakan memberikan kemudahan finansial khusus pemasangan PLTS.
3. Memperbanyak Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Berbasis PLTS
Saat ini kendaraan listrik baik itu motor, mobil, bahkan bus, sedang hangat-hangatnya diperbincangkan. Bagaimana tidak, kendaraan listrik memang tidak mengeluarkan emisi karbon, berbeda dengan kendaraan dengan bahan bakar fosil.
Hal ini tentu akan lebih baik lagi, jika SPKLU yang ada menggunakan sumber listrik dari PLTS. Saya yakin, tujuan pengurangan emisi karbon di Indonesia khususnya di Bandung akan semakin maksimal. Emisi karbon dari kendaraan akan berkurang, emisi karbon dari pembangkit listrik tenaga fosil pun juga berkurang.
Salah satu SPKLU Tenaga Surya yang ada di Sumatera. (Foto dok. pribadi) |
Penutup
Selimut polusi ini, akan terus menjadi masalah jika tidak segera dicegah atau diatasi. Dampaknya bagi lingkungan dan manusia akan semakin nyata jika dibiarkan.
Perlu kolaborasi dari banyak pihak termasuk dari diri kita sendiri. Sudah saatnya kita tak hanya duduk berpangku tangan melihat perubahan iklim yang terjadi. Harus ada sesuatu yang kita perbuat walaupun hal kecil.
Mulai saat ini, saya berjanji pada diri sendiri, #UntukmuBumiku akan ku jaga dan ku rawat engkau untuk anak cucuku kelak.
💓💓
Sumber:
https://www.mongabay.co.id/2017/10/19/sisi-lain-perubahan-iklim-cuaca-di-kota-di-jabar-makin-panas/
https://katadata.co.id/intan/berita/62a355592ffd6/7-dampak-perubahan-iklim-bagi-manusia-dan-lingkungan
https://wri-indonesia.org/id/blog/hutan-sang-cinderella-dari-solusi-perubahan-iklim
https://rth.bandung.go.id/
Nugroho, Eka. 2022. Analisis Risiko Dampak Perubahan Iklim pada Ketersediaan Air, Banjir, dan Kekeringan DAS Citarum. Bandung: Institut Teknologi Bandung
https://www.teriin.org/blog/solar-rooftops-affordable-renewable-energy-option
Panel surya ini memang solutif banget ya, sayang memang agak mahal sih.
ReplyDeleteDulu zamannya pak SBY, ada banyak distribusi LTS ke daerah-daerah yang belum terjangkau listrik, dan biayanya juga luar biasa.
Padahal itu sangat ramah lingkungan ya
Iya mbak, Bandung sekarang padet bgt. Banyak kendaraan dan macet dimana2. Aku kalau nengok anakku di Bandung ampun2 juga macetnya. Puncak dan Bandung sekarang sudah gak sedingin dulu, makin panas. Semoga semakin banyak masyarakat yang mulai berpikir dan bergerak untuk menjaga bumi kita dari dampak perubahan iklim akibat aktivitas buruk manusia yang mengancam bumi ya
ReplyDeleteSebuah pe-er besar untuk kita semua ya Mbak. Karena berbagai hal tentang lingkungan dimulai dari kelompok terkecil yaitu keluarga. Pembiasaan dan pengajaran akan cinta lingkungan kepada anak-anak dan orang terdekat, menjadi salah satu sumbu berhasilnya sebuah visi dan misi besar dari masalah lingkungan.
ReplyDeletesaya pernah ikut diskusi pakar lingkungan seperti Walhi dan DPKLTS
ReplyDeleteternyata udara bersih di kota Bandung hanya 1 1/2 jam dan terjadi di pagi hari (sekitar subuh), sesudah itu polusinya berat
Salah satu untuk melindungi selimut polusi pada hutan adalah menanam pohon kembali untuk meremajakan hutan
ReplyDeleteHayuk banget untuk kurangi polusi, karena memang kita kudu berkontribusi dan kolaborasi tidak bisa melakukannya secara individu
ReplyDeleteSelimut polusi emang meresahkan banget ya mbak. Bisa membuat pemandangan yang indah jadi ternodai karenanya. Moga Hutan kita makin lestari ya untuk mengurangi polusi.
ReplyDeleteKerasa banget sih mbak ini dampak dari panasnya iklim tsb, di sini pukul juga pernah sampai suhu 31 derajat celcius, gerah masyaallah
ReplyDeleteG kebayang kalau jadi ibu tiri cinderella. Ehh jangan sampai dampaknya ga bagus utk alam
Btw utk solusi adanya PLTS on grid tertarik banget mbak, palagi klo tiap rumah terdapat juga di dalamnya
Bener noh, kerasa banget sekarang Bandung udah gak sedingin dulu lagi. Udah saatnya kita membantu mengurangi polusi ya, bisa mulai dari rumah.
ReplyDeleteBandung yang dulunya dingin banget, kini sudah menjadi biasa saja.
ReplyDeleteDan karena polusi ini dampak global pun kita rasakan bersama yaa..
Semoga dengan langkah yang dilakukan saat ini bisa menggugah hati semua orang untuk bergerak bersama menjaga bumi dari Selimut Polusi.
Setiap langkah kecil yang kita ambil dalam rangka menjaga bumi, akan memberikan dampak besar bila dilakukan terus menerus dan oleh banyak orang di dunia. Jadi mari sama-sama mulai dari hal kecil :)
ReplyDeleteHampir sama dengan di Jakarta ya mba...banyak sekali polusi memang benar deh perubahan iklim yang terjadi. Harus ada sesuatu yang kita perbuat walaupun hal kecil...
ReplyDeleteMari kita sadar utk mnjaga lingkungan nih
Kebijakannya keren banget, memang sumber tenaga surya di Indonesia tuh mumpuni banget kan, apalagi dampak perubahan iklim ekstrim, pas lagi panas-panasnya bisa dimanfaatkan. Jangan sampai bumi ini udah diselimuti polusi tebal
ReplyDeleteAwalnya aq pikir foto pertama diatas itu foto pemandangan alam yang diselimuti kabut, membayangkan aja udah pasti rasanya adem banget. Tapi setelah baca lebih lanjut ternyata itu kabut polusi ya kak, duh makin ngeri ya polusi dimana2
ReplyDelete