Ini adalah lanjutan dari kisah perjalanan bersama anak kami. Bagi yang belum membaca dan penasaran dengan part 1 nya, boleh baca di Pengalaman Pertama Camping Bareng Bocah 2.5 Tahun Part 1.
Pengalaman Pertama Camping Bareng Bocah 2.5 Tahun Part 2
Begitu Fatih tenang, saya bujuk untuk jalan kembali, Alhamdulillah dia mau. Kaki terus kami ayunkan, tapi kali ini Fatih seperti diam saja. Dia masih tetap berjalan namun tak se-ceria sebelumnya. Akhirnya saya meminta suami untuk berhenti dan beristirahat, takut Fatih lapar.
"Fatih mau kue?" tanya saya.
Fatih mengangguk.
Suami saya bergegas mengeluarkan cemilan dari kerilnya. Fatih yang duduk di pangkuanku memakan cemilan dengan tenang.
"Dinginn.." keluh Fatih.
Saya segera mendekap tubuh mungilnya. Dalam perjalanan malam, memang kita harus banyak bergerak. Jika hanya diam saja, tentu badan akan merasa dingin. Saya lalu memperhatikan mata Fatih, seperti mulai layu. Naluriku sebagai ibu langsung berkata,
"Ay, ini kayaknya Fatih udah ngantuk deh. Keluarin gendongan ya ay? Ayah gendong Fatih ga apa-apa kan ya? Kalau dipaksain jalan takutnya rewel"
Suami saya mengangguk. Akhirnya Fatih digendong oleh pak suami. Alhamdulillah seneng banget akutu karena punya partner yang sabar dan tangguh.
Betul kan kata saya, baru beberapa langkah kami berjalan, Fatih langsung tertidur pulas. Saya sebetulnya kasian juga sih sama pak suami, karena bebannya jadi lebih berat. Harus bawa carrier dan gendong Fatih di depan, tapi ya mau gimana lagi, hehe.
Sampai di Pondok Saladah
Sekitar 2 jam kami berjalan, akhirnya kami sampai juga di Pondok Saladah. Sebelumnya kami sempat nyasar, karena sudah malam dan petunjuk tidak begitu terlihat jelas. Kami malah mengikuti jalur yang dikhususkan untuk motor, tapi tak apa, karena kami akhirnya tiba juga di sini.
Pondok Saladah adalah semacam camping area. Di antara beberapa spot untuk berkemah, bagi kami Pondok Saladah adalah area yang paling nyaman untuk mendirikan tenda. Lahannya sangat luas, jadi tidak akan khawatir tidak kebagian lahan untuk berkemah. Sumber air di sini pun cukup melimpah. Posisi Pondok Saladah juga tidak jauh dari puncak. Sehingga, jarak yang ditempuh bisa lebih dekat bagi yang ingin meneruskan pejalanan sampai puncak.
Pondok Saladah, foto diambil esok paginya |
Fatih masih tertidur pulas di pangkuan ayahnya. Setibanya kami di Pondok Saladah, kami diharuskan untuk melapor terlebih dahulu. Di sini ada sebuah bangunan semi permanen yang diperuntukkan bagi penjaga di sini. Saya mendatangi petugas sambil membawa tiket masuk dan simaksi. Petugas kemudian mendata sesuai dengan simaksi yang kami bawa. Ada yang baru, selesai melapor, kami diberikan patok kayu bertuliskan nomor.
"Pak, memangnya ini untuk apa?" tanya saya
"Ini buat penanda, sama kalau misalnya ada temennya yang masih ketinggalan di belakang trus nanya, kan saya bisa kasih tau nanti nomor berapa tenda nya. Jangan lupa ditancapkan ya di depan tenda nya" jawab nya.
Saya hanya mengangguk saja. Setelah mendapatkan patok itu, saya menghampiri suami.
"Aku udah beres check-in nih, ini kunci kamarnya. Room number 202" ucapku sambil menyodorkan patok kayu itu.
Gunung yang Sudah Jadi Taman Wisata Alam
Setelah beberapa lama berkeliling, akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda di dekat pepohonan. Selama berkeliling, saya perhatikan semua sudut di Pondok Saladah ini. Jelas berbeda dengan Pondok Saladah yang saya jumpai 8 tahun yang lalu.
Selain sudah ada pos penjaga, di sini sudah banyak warung dengan bagunan semi permanen. Antara menguntungkan tapi juga cukup aneh bagi kami yang tidak terlalu suka keramaian saat berkemah. Menjamurnya warung bisa menguntungkan bagi mereka yang membawa sedikit perbekalan. Namun, bagi yang suka kesunyian di gunung, keberadaan warung malah jadi membuat suasana makin ramai saja.
Selain ada warung, ternyata kamar mandi juga sudah banyak tersedia. Ada sekitar 5 WC dan beberapa keran di luar WC. Nah, kalau ini sih tentunya sangat menguntungkan bagi semua orang ya. Jadi, ga ada lagi tuh, kegiatan gali menggali untuk buang air. WC nya pun sangat bersih, dan jangan tanya kualitas airnya ya. Sudah cencu sangat segar dan jernih, karena diambil dari mata air gunung langsung.
Salah satu kamar mandi di Pondok Saladah. Foto diambil esok paginya. |
Oh iya, di sini juga sudah tersedia mushola. Tidak terlalu besar sih, yah paling hanya cukup untuk 4 shaf. Tapi lumayan, jadi ga ada lagi alasan meninggalkan sholat saat berkemah.
Suhu Ekstrim, Hampir Mendekati 0⁰ C, Saya Muntah
Selesai mendirikan tenda, saya jadi orang pertama yang masuk. Saya tidurkan Fatih dan menyelimutinya dengan sleeping bag. Sementara saya beres-beres di dalam tenda, suami dan adik ipar saya memasak mie.
Ada sedikit drama di sini. Fatih menangis karena menolak saat saya gantikan pakaiannya. Sepertinya dia lelah, dan merasa terganggu ketika saya menggantikannya baju, sementara dia sedang pulas-pulasnya tertidur. Ya sudah deh, terpaksa bajunya tidak kami ganti. Tanggung karena Fatih terbangun, akhirnya kami tawari mie. Fatih mengangguk dan menyantap mie. Selesai makan, Fatih meminta tidur kembali.
Ku dekap Fatih karena suhu makin lama makin dingin. Tenda kami basah karena kabut menembus pori-pori tenda. Entah karena saking dinginnya, atau entah karena bahan tenda nya yang kurang bagus. Selagi tidur saya mendengar orang lain di luar sana juga mengeluhkan hal yang sama, dinginn.
Tiba-tiba perutku ga nyaman. Rasa mual langsung timbul setelahnya. Ku bangunkan suami,
"Ay, aku mau muntah.."
Suami dengan sigap membawakan kantong keresek. Dari mulutku yang keluar hanya cairan bening. Suami membuatkan aku minuman hangat. Di dalam hati saya sempat berfikir, 'ya ampun kok lemah banget sih aku, masa iya aku kena penyakit ketinggian? Perasaan dulu ga pernah gini deh. Atuh lah, ini Papandayan cuma 2000an MDPL aja'.
"Mau dibikinin mie? Kayaknya karena kamu belum makan" ucap suami.
Ya ampun! Iya saya baru sadar, saya memang belum mengisi perut lagi. Terakhir itu sebelum naik, sementara di jalan saya hanya minum-minum saja. Saya kemudian menyantap mie yang dihidangkan suami. Setelah itu, saya langsung tertidur.
Subhanallah, ternyata saya memang salatri alias kelaparan!
***
Bersambung ke Part 3
Beruntungnya dapat partner yang sehobby gitu, jadi sudah tau susah senang saat mendaki. Apalagi Pak Suami rela bawa beban lebih banyak aaah cuma bisa baca ceritanya aja, karena saya tak mungkin bisa kamping bareng partner, karena hobby yang berbeda..heheh
ReplyDeleteAlhamdulillah sih Mbak, lagi beruntung aja aku nya. Kalau pasangan ga se hobby, kan ada temen jalan yang lain, hehe.
DeleteUgh...
ReplyDeleteAda yang bisa dibantai mas? hihi
DeleteJangan lupa sarapan ya kak, karena sarapan sangat penting saat beraktivitas apalagi ketika mendaki gunung.
ReplyDeletewah itu sih selalu mas. Thankyou mas
DeleteLiburan bareng balita memang lebih penuh perjuangan dan tantangannya ya :) tapi saat melihat anak tersenyum bahagia,,hilang semua rasa lelah yang ada
ReplyDeleteBetul, Mbak.. seneng kalau lihat anak happy tuh hihi
DeleteAsiknya baca postingan ini. Aku belum pernah camping dengan serius, mungkin karena saya bukan anak pecinta alam kali ya. Jadi pengen suatu saat nanti XD
ReplyDeleteyuk camping cantik aja kak, jangan ke yang medannya berat2 dulu biar ga kapok, hehe
DeleteHuaa aku pernah ke Dieng sama anak usia 4 tahun dan dia muntah dong. Aku juga muntah karena lagi hamil 3 bulan. Padahal penginapan kamu udah pakai perapian. Pas itu agustus suhu Dieng lagi ekstrim2nya. Tapi kami pernah camping juga di area puncak. Malamnya hujan jadi ngungsi di penginapan area camping. Wkkkka
ReplyDeleteDieng emang dingin bingitt. Kalau kata temen, "di Dieng mah, simeut ge disimbut" (di Dieng mah, simeut juga pake selimut) *simeut itu semacam serangga
DeleteLiburan natal yang lalu saya dan keluarga juga barusan camping pertama kali ngajak si kecil yang 3 tahun. Seruu, nagih ya memang camping ini :) Pengen camping lagi deh jadinya baca tulisan mbak Afifah :)
ReplyDeleteyuuk camping lagi, tapi aku nunggu cuacanya bersahabat dulu biar ga rempong-rempong amat hehe
Deletewah luar biasa ajak anak naik gunung masih kecil pula
ReplyDeletesaya aja belum kesampaian naik gunung
padahal dari remaja pengin nyoba
tapi kebanyakan takutnya dan jadilah sampe sekarang udah mulai tuir gini makin tak akan sampe ke puncak gunung
Aku pun waktu pertama camping, orangtua masih kaya ragu ngasih izin gitu Mas. Sampe bela2in beliin HP biar mudah komunikasi.
DeleteWah seru nih campingnya
ReplyDeleteKami sekeluarga juga suka sekali camping
Lihat ini, jadi pengen angkat ransel lagi dan diriin tenda deh
Kapankapan camping bareng yuk
hayuk banget Mbak.. tar kita kabar2an yaa
DeleteBelum pernah punya pengalaman kayak gini apalagi sambil bawa si bocah yang baru usia 2tahunan gitu. Tapi pastinya seru ya Mbak dan jadi pengalaman berkesan juga nih. Untungnya sama partner kompak ya,saya juga kalau bepergian kemana gitu urusan menggendong anak sy serahkan ke paksuami hehe.
ReplyDeleteWah diliat dari dekat area kamar mandi aja indah banget, aku jadi ingin camping di sini, sepengalamanku camping di gunung tinggi2 jadi pengin yang lebih rendahan gini hihihi :3
ReplyDeleteDedek keren banget sih, aku aja yang naik gunung kecapean biasanya
ReplyDeleteapalagi nggak tahan dengan dinginya, tapi suka juga kalo main ke gunung.
udah lama gak camping, pengen banget jalan sama ponakan pasti seru :D
ReplyDeleteBeruntung bisa dapat pasangan yang punya hobi sama. Jadi kalau bawa anak bisa ganti-gantian jaganya..
ReplyDeleteKereeenn maksimal ini mah, seusia anak kedua saya nih, anak saya malah ngendon aja di rumah :D
ReplyDeleteberuntungnya punya ortu yang sama-sama cinta alam :)
Saya mah cinta alam, tapi ngomong doang sih, soalnya capek jalannya ahahaha